Selasa, 22 Mei 2012

CINTA

CINTA adalah perasaan yang dipenuhi dengan banyak misteri, dia datang tanpa disadari.
Mencintai adalah hal yang paling sulit dijaga untuk dilakukan tapi...
Dicintai adalah hal yang harus dicinta membutuhkan kejujuran, keikhlasan, rasa sayang dan kepercayaan, anugrah cinta mungkin sangat berat untuk diterima, karena dalam perjalanan cinta terdapat berbagai macam halangan yang dapat membuat ukiran luka yang sulit disembuhkan dan dilupakan tapi tanpa CINTA hidup akan  terasa hampa.
Cobalah jalani hidup dengan memiliki sebuah cinta yang dapat menerima apa adanya,,,,





























































HAKIKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM



HAKIKAT MANUSIA DALAM PANDANGAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

Pendahuluan
Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan gambaran yang membicarakan Tentang manusia dan makna filosofis dari penciptaannya. Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dan sebaik-baik penciptaan dan dibekali akal dan pikiran, sehingga dibutuhkannya pendidikan agar akal dan pikiran mereka dapat digunakan pada hal yang baik, khususnya pendidikan islam.
Akal dan fikiran menjadi bekal seseorang untuk berfilsafat, manusia didunia ini sebagai objek maupun juga dapat sebagai subjek dalam segala hal yang berkaitan dengan manusia itu.  Diciptakannya manusia didunia ini pasti ada maksud dan sesuatu yang perlu diketahui agar kehisupan dapat berjalan sesuai dengan kebaikan atau  mengikuti aturan-aturan yang ada. Pemikiran tentang hakikat manusia telah dimulai sejak zaman  dahulu dan terus berlangsung sampai saat ini. Pemikiran tentang  hakikat manusia belum berakhir dan tidak akan pernah berakhir. Ternyata orang menyelidiki manusia dalam alam semesta merupakan  bagian yang amat penting karena dengan uraian ini dapat diketahui  dengan  jelas tentang potensi yang dimiliki manusia serta peranan  yang harus dilakukan dalam alam semesta. Dalam Islam, hakekat manusia adalah perpaduan antara badan  dan ruh. Keduanya masing-masing merupakan substansi yang berdiri sendiri dan tidak saling bergantung satu sama lain. Islam secara tegas  mengatakan bahwa kedua substansi tersebut adalah substansi alam, sedangkan alam adalah makhluk, maka keduanya juga makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT.  Manusia memiliki banyak kesamaan dengan makhluk hidup  lainnya, namun manusia berbeda sekali dengan mereka. Manusia  adalah makhluk material maupun spiritual. Hal-hal yang benar-benar  membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya adalah  kemampuan untuk membentuk dimensi-dimesni baru dalam diri  manusia. Secara etimologi Fitrah berarti suci, bersih, murni. Tuhan  menciptakan manusia dalam kondisi fitrah, artinya dalam kondisi  yang suci, bersih, dan murni. Seperti yang dikemukakan oleh banyak  ahli yang dapat dipercaya. Maknanya ialah bahwa sesungguhnya manusia dilahirkan dengan membawa watak dan karakter yang siap  menerima agama. Sekiranya dia dibiarkan berada dalam wataknya itu, niscaya dia akan sampai pada apa yang semestinya terjadi pada  dirinya (menerima agama), kecuali jika terdapat faktor-faktor luar  yang berpengaruh terhadap dirinya dan menyimpangkannya dari  jalannya yang alami dan fitri.


Rumusan masalah
Dalam makalah ini akan membahas tentang beberapa hal mengenai hakikat manusia dalam pandangan filsafat pendidikan islam antara lain :

1.    Bagaimana manusia dan hakikat kejadiannya        ?       
2.    Apa tugas dan kewajiban manusia            ?
3.    Bagaimana konsep manusia dalam pendidikan islam    ?

Pembahasan
4.    Manusia dan hakikat kejadian manusia
Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan yang dilengkapi dengan dengan akal fikiran. Ibn ‘Arabi melukiskan hakikat manusia dengan mengatakan bahwa , “tak ada makhluk allah yang lebih bagus dari manusia, yang memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat, mendengar, berfikir, dan memutuskan.
Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Badan dan ruh merupakan substansi yang berdiri sendiri, yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua substansi dua-duanya adalah substansi alam. Sedangkan alam adalah makhluk. Maka keduanya adalah makhluk ciptaan Allah swt. Dalam sebuah ayat al-quran allah berfirman yang artinya :
Dan sesungguhnya kami ciptakan manuisa dari sari tanah. Kemudian kami jadikan sari tanah itu air mani (terletak) dalam tempat simpanan yang teguh (rahim). Kemudian dari air mani itu kami ciptakan segumpal daging dan dari daging yang segumpal itu kami ciptakan tulang belulang. Kemudian tulang belulang itu kami jadikan dia makhluk yang baru yaitu manusia yang sempurna. Maka maha berkat (suci allah) pencipta yang paling baik. (Q.S : Al-mukminun: 12-14).
Seorang pemikir abad modern  Dr. Alexis Carrel;  seorang peletak dasar-dasar humoniora di Barat, berpendapat  bahwa manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat  keterpisahan manusia dari dirinya berbadning terbalik dengan  perhatiannya yang demikian tinggi terhadap dunia yang ada di  luar dirinya.  Pendapat ini menunjukan betapa sulitnya memahami manusia secara tuntas dan menyeluruh. Sehingga  setiap kali seseorang selesai memahami dari satu aspek tentang manusia maka akan muncul aspek yang lainnya yang belum ia bahas.

Hakikat kejadian manusia. Memikirkan dan membicarakan mengenai hakikat manusia inilah yang menyebabkan orang tidak henti-hentinya mencari jawaban yan memuaskan tentang pertanyaan yang mendasar tentang manusia yaitu “apa,dai mana, dan kemana manusia itu”?
Ada empat aliran berbicara tentang manusia itu, yaitu aliran serba zat,aliran  serba ruh, aliran dualism (gabungan kedua aliran yaitu aliran pertama dan aliran yang ke dua) dan aliran eksistensialisme.
Aliran serba zat. Aliran serba zat/materi itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini adalah zat/materi, dan manusia adalah unsur dari alam. Maka hakikat manusia adalah zat/materi. Karena manusia makhluk materi, maka pertumbuhannya berproses dari materi juga. Sebagai makhluk materi kita tentu membutuhkan makanan, dan sejauh itu kita tidak mungkin bebas untuk tidak makan,begitu juga sebagai manusia kita dipaksa untuk berfikir. Jadi  segala keperluan manusia juga bersifat materi, membutuhkan kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya dari materi itu.
 Aliran serba ruh. Segala sesuatu yang ada di dunia ini ialah ruh. Hakikat manusia juga ruh, ruh tidak menempati ruang, sehingga tidak dapati disentuh dan dilihat oleh panca indra. Seorang filsuf, Fichte berpendapat bahwa “segala sesuatu yang lain (selain ruh) yang rupanya ada, hidup hanyalah suatu jenis, perumpamaan, perubahan atau penjelasan dari pada ruh.
Aliran dualisme, Aliran dualisme mecoba menggabungkan menggabungkan antara aliran materi dan zat. Aliran ini menganggap manusia ini terdiri dari da substansi yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini tidak tergantung satu sama lainya. (badan tidak berasal dari ruh dan sebaliknya). Dalam perwujudannya manusia itu tampil dua yaitu jasad dan ruh, saling berintegrasi yang akhirnya disebut manusia. Antara jasad dan ruh saling mempengaruhi.
 Orang belum merasa puas dengan pandangan-pandangan di atas, baik dari segi zat, ruh, dan aliran dualisme. Ahli-ahli filsafat modern terus memikirkan lebih lanjut tentang hakikat, manusia mana yang merupakan eksistensi manusia atau wujud manusia itu sesungguhnya, disebut kaum eksistensialis dan aliran eksistensialisme. Mereka mencari inti hakekat manusia yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh, aliran ini memandang dari segi eksistensi manusia itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri di dunia ini. Aliran ini mengeluarkan 4 macam pandangan, yaitu:
Pandangan idealistis tentang badan manusia.
Pandangan materialistis tentang manusia mengatakan bahwa yang ada itu hanyalah badan, manusia itu bersifat materi
Badan merupakan musuhdari roh antara badan dan roh saling bertentangan
Dan manusia sebagai jasmani yang di”rohani”kan atau rohani yang di “jasmani”kan dalam pandangan ini antara badan dan roh menyatu dalam pribadi manusia.
Didalam Al-Qur’an, digunakan kata al-insan, juga untuk menjelaskan sifat umum, serta sisi-sisi kelebihan dan kelemahan manusia antara lain :
Tidak semua yang diinginkan manusia berhasil dengan usahanya, bila Allah tidak menginginkannya.
Gembira bila mendapat nikmat dan susah bila mendapat cobaan.
Manusia sering bertindak bodoh dan zalim.
Manusia sering kali ragu.
Manusia bila mendapatkan kenikmatan sering kali lupa diri dan kikir.
Manusia adalah makhluk yang lemah.
Kewajiban manusia untuk berbuat baik kepada orang tuanya.
Peringatan Allah agar manusia waspada terhadap bujukan orang munafik.

Fitrah dari Segi Bahasa

Secara etimologi Fitrah berarti suci, bersih, murni. Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi fitrah, artinya dalam kondisi yang suci, bersih, dan murni.Allah SWT berfirman yang artinya : “Tetaplah atas Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (Q.S. ar-Ruum: 30)“Ibrahim berkata, Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya.” (Q.S. al-Anbiya: 56) “Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi.” (Q.S. al-An’am: 79) “Apabila langit terbelah.” (Q.S. al- Infithar:1) “ Langit (pun) menjadi pecah-belah pada hari itu karena Allah. Adalah janji-Nya itu pasti terlaksana.”  (Q.S. al-Muzzammil: 18) Lafad Fithrah, dengan berbagai derivatnya, banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, misalnya dalam ayat-ayat di atas, yang dalam konteks ini berarati al-khalq dan al-ibda’. Al-khalq itu sendiri identik dengan  Al-ibda (yang memiliki arti menciptakannya sesuatu tanpa contoh). Hanya saja, yang menyebutkannya dalam bentuk ini  (fithrah), yakni yang mengikuti pola fi’lah, hanya satu ayat ini, yang artinya :   “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah). (Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menjadikan manusia menurut fitrah itu.” (Q.S.  ar-Rum: 30) Dalam bahasa Arab, bentuk fi’lah menunjuk pada masdar yang menunjukkan arti “keadaan atau jenis perbuatan”. Jika kita mengucapkan kata  jalsah, maka lafal ini menunjuk pada arti “duduk satu kali”. Tetapi jika kita katakan jalsah, maka artinya adalah keadaan duduk. Karena itu, ucapan kita yang berbunyi, “Jalastu jilsata Zaidin, “berarti, “Aku duduk seperti duduknya Zaid.” Yakni, duduk seperti keadaan duduk yang dilakukan Zaid.  Berdasarkan itu, maka lafal fithrah yang berkaitan dengan keadaan manusia dan hubungan keadaan tersebut dengan agama, yakni yang disebutkan dalam ayat, yang artinya : “Fitrah Allah yang menciptakan manusia  itu,  (Q.S. ar-Rum: 30) mengandung arti keadaan yang dengan itu manusia diciptakan. Artinya, Allah telah menciptakan manusia dengan keadaan tertentu, yang didalamnya terdapat kekhususan- kekhususan yang ditempatkan Allah dalam dirinya saat dia diciptakan, dan keadaan itulah yang menjadi fitrahnya.  Al-fahtr berarti menciptakan dan menjadikan (al-ibtiada’wa al-ikhtira’), dan fithrah merupakan keadaan yang dihasilkan dari penciptaan itu. Yakni menciptakan sesuatu dalam wujud yang baru sama sekali, yang merupakan kebalikan dari “membuat sesuatu dengan mengikuti contoh sebelumnya” Allah adalah al-fathir. Dia adalah al-Mukhtari’ (yang menciptakan tanpa contoh), sedangkan manusia adalah  at-taqlidi (membuat sesuatu dengan mengikuti contoh), manusia hanyalah mengikuti, bahkan di saat dia membuat sesuatu yang baru sekalipun. Sebab, hasil dari kreasinya pasti mengandung unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.. Manusia mengambil contoh dari alam dan merancang sesuai dengan pola-pola yang ada di alam semesta, lalu dia membuat sesuatu seperti yang ada pada contoh itu. Manusia kadang-kadang dapat membuat sesuatu yang baru, sebab dia memang memiliki kemampuan untuk itu. Sekalipun begitu,tidak bisa tidak, dia pasti bersandar pada alam dan benda-benda yang ada di dalamnya, dan membuat sesuatu dengan cara menirunya.  Dalam kitab-kitab lain disebutkan secara tegas bahwa Allah SWT tidak pernah mencontoh dalam menciptakan yang dilakukan-Nya. Semua ciptaan-Nya tidak didahului oleh contoh sebelumnya. Karena itu Fitrah yang dengan itu Allah menciptakan manusia merupakan suatu karya yang tidak memiliki contoh dan tidak meniru karya yang ada sebelumnya. Ibn al-Atsir mengatakan, “al-Fithrah adalah keadaan yang dihasilkan dari penciptaan itu, seperti halnya al-jalsah dan ar-rikbah,” yang berarti keadaan duduk dan keadaan mengendarai binatang tunggangan dengan keadaan tertentu. Maksud dari penjelasan tersebut, agar dalam menafsirkan ayat-ayat di atas disandarkan pada pengertian-pengertian kosakata yang benar. Seperti yang dikemukakan oleh banyak ahli yang dapat dipercaya. Maknanya ialah bahwa sesungguhnya manusia dilahirkan dengan membawa watak dan karakter yang siap menerima agama. Sekiranya dia dibiarkan berada dalam wataknya itu, niscaya dia akan sampaipada apa yang semestinya terjadi pada dirinya (menerima agama), kecuali jika terdapat faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap dirinya dan menyimpangkannya dari jalannya yang alami dan fitri. Selanjutnya Ibn al-Atsir mengatakan bahwa lafal fithrah banyak dikemukakan dalam hadits-hadits Nabi, misalnya sebuah hadits yang dalam kitab tersebut tidak diriwayatkan redaksinya tapi dikemukakan maknanya, yang berbunyi,“Barangsiapa melakukan dosa tertentu dan mati tidak dalam fithrah, Muhammad.........” Di sini Ibn al-Atsir menggunakan lafal  fithrah yang berarti agama, sehingga hadits tersebut harus diartikan “dan dia mati tidak dalam agama Muhammad.” Ibn al-Atsir juga mengutip ucapan Imam ‘Ali as, “Dan Allah menciptakan kalbu-kalbu sesuai dengan fitrah-Nya.”  Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa Allah SWT menciptakan banyak fitrah dalam diri manusia, dan tidak hanya satu.

2.     Tugas dan tujuan hidup manusia
            Dalam Al Quran dinyatakan bahawa Allah SWT menciptakan manusia bukan secara main-main (Q.S, Al mu’minuun/23:115), melainkan dengan suatu tujuan dan fungsi. Secara global tujuan dan fungsi penciptaan manusia itu dapat diklarifikasikan duayaitu :
1.         Khalifah
          Al Quran mengatakan bahwa manusia diciptakan Allah sebagai pengemban amanat (Q.S, Ar ruum/3372).diantara amanat itu adalah memakmurkan kehidupan di bumi (Q.S, Huud/11:16). Manusia diberi kedudukan sebagai khalifah di muka bumi (Q.S, Al Baqarah/2:30). Menurut Ahmad Musthafa Al maraghi, kata khalifah dalam suart Al baqarah ini memiliki dua makna, pertama, pengganti, yaitu pengganti Allah SWT untuk melaksanakan titah-Nya di muka bumi. Kedua, pemimpin yang memimpin diri sendiri dan makhluk lainnya serta memakmurkan dan mendayagunakan alam semesta bagi kepentinag manusia secara keseluruhan.
2.      ‘Abd (Pengabdi Allah)
Konsep ‘abd mengacu pada tugas-tugas individual manusia sebagai hamba Allah. Tugas ini diwujudkan dalam bentuk pengabdian kepada Allah SWT (Q.S, Adz Dzaariyaat/5111/56) dengan penuh keikhlasan. Secara luas, konsep ‘abd sebenarnya meliputi seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya. Islam menggariskan bahwa seluruh aktivitas seorang hamba selama ia hidup di alam semesta dinilai sebagai ibadah jika aktvitas itu ditujukan semata-mata hanya untuk mencari ridha Allah SWT. Bekerja, belajar jika ditujukan hanya untuk mencari ridha allah itu akan menjadi ibadah. Jadi semua aktivitas seorang hamba dalam seluruh dimensi kehidupan adalah ibadah jika dilakukan hanya untuk mencari ridha Allah semata.

3. Bagaimana konsep manusia dalam pendidikan islam

    Para ahli pendidikan muslim umumnya sependapat bahwa teori dan praktek kependidikan islam harus didasarkanpada konsepsi dasar tentang manusia. Pembicaraan seputar  persoalan ini adalah merupakan sesuatu yang sangat vital dalam pendidikan. Tanpa kejelasan tentang konsep ini, pendidikan akan meraba-raba. Bahkan menurut ahli Ali Ashraf, pendidikan islam tidak akan dapat difahami secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami penafsiran islam tentang pengembangan individu seutuhnya.
    Pada uraian terdahulu telah dikemukakan tentang filsafat penciptaan manusia dan fungsi penciptaannyadalam alam semesta. Ada 2 hal yang terpenting dalam hubungannya dengan pendidikan islam, yaitu:
Karena manusia adalah makhluk yang merupakan resultan dari dua komponen (materi dan immaterial). Hal ini berarti bahwa sistem pendidikan islam harus dibangun di atas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan Qalbiyah dan Aqliyah sehingga mampu mnghasilkan manusia muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral. Jika kedua komponen itu terpisah dalam proses kependidikan,maka manusia akan kehilangan keseimbangaannya dan tidak akan pernah menjadi pribadi yang sempurna.
Alquran menjelaskan fungsi penciptaan manusia dialam ini adalah sebagai Kholifah dan  ‘Abd untuk melaksanakan tugas ini Allah SWT membekali manusia dengan seperangkat potensi. Maka pendidikan islam harus merupakan upaya yang di tujukan kearah pengembangan potensi yang di miliki manusia yang maksimal sehingga dapat di wujudkan dalam bentuk kongkrit dalam arti kemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi diri,masyrakat dan lingkungannya sebagai realiosasi fungsi dan tujuan penciptannya baik sebagai Kholifah maupun ‘Abd.
Kedua hal tersebut menjadi acuan dasar dalam menciptakan dan mengembangkan sistem pendidikan islam masa kini dan masa depan. Dalam konteks ini dipahami bahwa posisi manusia sebagai kholifah dan abd menghendaki program pendidikan yang menawarkan sepenuhnya penguasaan ilmu pengetahuan secara totalitas,agar manusia tegar sebagai kholifah dan takwa sebagai subtansi dan aspek ‘Abd. Sementara itu, keberadaan manusia sebagai resultan dari kedua komponen (materi dan immaterial) menghendaki pula program pendidikan sepenuhnya mengacu pada konsepequibrium, yaitu integrasi yang utuh antara pendidikan aqliyah dan qalbiyah.
Agar pendidikan umat berhasil dalam prosesnya,maka konsep penciptaan manusia dan fungsi penciptaanya dalam alam manusia haarus sepenuhnya diakomodasikan dalam perumusan teori-teori pendidikan islam melalui pendekkatan kewahyuan,empirik keilmuan dan rasional filosofis.dalam hal ini harus dipahami bahwa pendekatan keilmuan filosofis hanya merupakan media untuk menalar pesan-pesan tuhan yang absolut baik melului ayat-ayatNya yang berfifat tekstual (Qur’aniyah), muapun ayat-ayatNya besifat kontekstual (kauniyah) yang telah di jabarkanNya melalui sunatullah.

Kesimpulan
Manusia diciptakan di dunia ini penuh dengan bekal berupa akal dan pikiran, serta menjadi makhluk yang paling sempurna diantara makhluk yang lain. Dunia ini berisikan banyak cara dan pembelajaran agar manusia dapat mengembangkan potensi dan pendidikannya.
Manusia semestinya adalah makhluk yang lemah, tidak dapat berbuat apa-apa tanpa ada kehendak dari yang maha kuasa, maka dari itu janganlah berfikiran bahwa manusia adalah kuat dan berkuasa.
Manusia itu meskipun demikian diciptakan di dunia ini sebagai khalifah, itupun termasuk sebagai jabatan yang agung di dunia ini, juga sebagai ‘abd.
     
Daftar Pustaka

Muthahhari, Murtadha, Fitrah, Jakarta : Lentera, 1999
Subhani, Ja’far, Urusan Tuhan, Jakarta : Al-Huda, 2006
Muthahhari, Murtadha,  Manusia dan Alam Semesta, Jakarta : Lentera, 2002
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995
Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997
Arifin, H.M., Prof.,  Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996
Nasution, Harun, Filsafat Agama, Jakarta : UI, 1975
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Pers, 2002
http://ade-budayaminang.blogspot.com/2011/11/hakikat-manusia-dalam-perspektif.html

FILSAFAT MANUSIA DAN ALAM

FILSAFAT MANUSIA DAN ALAM
PENDAHULUAN
Manusia sesuai dengan kodratnya itu menghadapi tiga persoalan yang bersifat universal, dikatakan demikian karena persoalaan tersebut tidak tergantung pada kurun waktu ataupun latar belakang historis kultural tertentu. Persoalan itu menyangkut tata hubungan atar dirinya sebagai mahluk yang otonom dengan realitas lain yang menunjukkan bahwa manusia juga merupakan makhluk yang bersifat dependen.
Persoalaan lain menyangkut kenyataan bahwa manusia merupakan makhluk dengan kebutuhan jasmani yang nyaris tak berbeda dengan makhluk lain seperti makan, minum, kebutuhan akan seks, menghindarkan diri dari rasa sakit dan sebagainya tetapi juga sebuah kesadaran tentang kebutuhan yang mengatasinya, menstrandensikan kebutuhan jasmaniah, yakni rasa aman, kasih sayang perhatian, yang semuanya mengisyaratkan adanya kebutuhan ruhaniah dan terakhir, manusia menghadapi problema yang menyangkut kepentiangan dirinya, rahasia pribadi, milik pribadi, kepentingan pribadi, kebutuhan akan kesendirian, namun juga tak dapat disangkan bahwa manusia tidak dapat hidup secara “soliter” melainkan harus “solider” , hidupnya tak mungkin dijalani sendiri tanpa kehadiran orang lain. Belum lagi manusia dalam konsep Islam mempunyai tugas dan  tanggung jawab yang sangat berat yaitu  “Abdul Allah “ (hamba Allah) satu sisi dan sekaligus sebagai “Kholifah fil Ardli” (wakil Allah di muka bumi).
Allah menciptakan alam semesta ini bukan untukNya, tetapi untuk seluruh makhluk yang diberi hidup dan kehidupan. Sebagai pencipta dan sekaligus pemilik, Allah mempunyai kewenangan dan kekuasaan absolut untuk melestarikan dan menghancurkannya tanpa diminta pertanggungjawaban oleh siapapun. Namun begitu, Allah telah mengamanatkan alam seisinya dengan makhlukNya yang patut diberi amanat itu, yaitu manusia. Dan oleh karenanya manusia adalah makhluk Allah yang dibekali dua potensi yang sangat mendasar, yaitu kekuatan fisi dan kekuatan rasio, disamping emosi dan intuisi. Ini berarti, bahwa alam seisinya ini adalah amanat Allah yang kelak akan minta pertanggungjawaban dari seluruh manusia yang selama hidupnya di dunia ini pasti terlibat dalam amanat itu.
Teks-teks keagamaan yang berfungsi sebagai landas dasar kepercayaan beragama jarang mengikutsertakan uraian-uraian filosofis maupun ilmiah tentang penciptaan alam semesta, dan dalam hal ini, Islam tidak terkecuali. Secara tegas al-Quran menerangkan sifat-sifat pencipta alam semesta serta cara penciptaannya, namun keterangan tersebut  tidak secara bulat terarah pada satu macam keterangan saja. Alam semesta merupakan suatu ruang atau tempat bagi manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan, dan benda-benda. Langit sebagai atapnya dan bumi sebagainya lantainya. Jadi, alam semesta atau jagat raya adalah satu ruang yang maha besar, terdapat kehidupan yang biotik dan abiotik.
Manusia sebagai makhluk yang terdiri atas berbagai macam pola dan bentuk tetapi diantara makhluk tersebut. Tuhan menciptakan bermacam-macam makhluk tetapi yang paling istimewa dan sempurna yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya adalah akal, agar manusia dapat membedakan baik atau buruknya sesuatu.
RUMUSAN MASALAH
1.    Apakah pengertian filsafat manusia itu?
2.    Apa manfaat mempelajari filsafat manusia?
3.    Apakah pengertian filsafat alam itu?
4.    Bagaimana teori terbentuknya alam?







PEMBAHASAN
5.    Pengertian filsafat manusia
Pemikiran filsafat mencakup ruang lingkup yang berskala makro yaitu: kosmologi, ontology, philosophy of mind, epistimologi, dan aksiologi. Untuk melihat bagaimana sesungguhnya manusia dalam pandangan filsafat pendidikan, maka setidaknya karena manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos). Berangkat dari situ dapat kita ketahui bahwa manusia adalah ciptaan Allah yang pada hakekatnya sebagai abdi penciptanya (ontology). Agar bisa menempatkan dirinya sebagai pengapdi yang setia, maka manusia diberi anugerah berbagai potensi baik jasmani, rohani, dan ruh (philosophy of mind).
Sedangkan pertumbuhan serta perkembangan manusia dalam hal memperoleh pengetahuan itu berlajan secara berjenjang dan bertahap (proses) melalui pengembangan potensinya, pengalaman dengan lingkungan serta bimbingan, didikan dari Tuhan (epistimologi), oleh karena itu hubungan antara alam lingkungan, manusia, semua makhluk ciptaan Allah dan hubungan dengan Allah sebagai pencita seluruh alam raya itu harus berjalan bersama dan tidak bisa dipisahkan. Adapun manusia sebagai makhluk dalam usaha meningkatkan kualitas sumber daya insaninya itu, manusia diikat oleh nilai-nilai illahi (aksiologi), sehingga dari sini dapat kita simpulkan bahwa manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai).
Manusia adalah subyek pendidikan,  sekaligus juga obyek pendidikan. Manusia dewasa yang berkebudayaan  adalah subyek pendidikan yang berarti  bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan, mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan probadi anak-anak mereka, yang notabenya adalah generasi penerus mereka.  Manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berprofesi keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki, apa yang disyaratkan bangsa itu.
Manusia yang belum dewasa, dalam proses perkembangan kepribadiannya, baik menuju pembudayaan maupun proses kematangan dan intregitas, adalah obyek pendidikan. Artinya mereka adalah sasaran  atau bahan yang dibina. Meskipun kita sadarai bahwa perkembangan kepribadian adalah self development melalui self actifities, jadi sebagai subjek yang sadar mengembangkan diri sendiri.
Proses pendidikan yang berlangsung didalam antar aksi yang pruralistis (antara subjek dengan lingkungan alamiah, sosial dan cultural) amat ditentukan oleh aspek manusianya. Sebab kedudukan manusia sebagai subyek didalam masyarakat, bahkan didalam alam semesta, memberikan konsekuensi tanggung jawab yang besar bagi diri manusia. Manusia mengembang amanat untuk membimbing masyarakat, memelihara alam lingkungan hidup bersama. bahkan manusia terutama bertanggung jawab atas martabat kemanusiaannya (human dignity).
Sejarah usaha manusia untuk mengerti dirinya sendiri, kepribadian manusia, sudah ada sejak ilmu pengetahuan itu ada. Ilmu jiwa (Psikologi) yang mula-mula sebaga ilmu jiwa metafisika adalah salah satu usaha tersebut. Makin mendalam manusia menyelidiki kepribadiannya, makin banyak problemanya yang timbul serta makin banyak rahasia yang minta jawaban. Karena manusia adalah mahluk yang unik dan penuh misteri dan rahasia.
Manusia sebagai subyek dihadapkan kepada fenomena baru dalam kesadarannya, yakni menghadapi problem yang jauh lebih sulit dari pada problem-problem sebelumnya. manusia mulai bertanya, siapakah atau apakah aku ini sebenarnya. Manusia sebagai subyek menjadikan dirinya sendiri (pribadi dan keutuhan) sebagai obyek yang menuntut pengertian, pengetahuan atau pemahaman. “Kenalilah dirimu” adalah kata-kata klasik yang tetap mengandung makna yang  ideal, khususnya amat bersifat pedagogis disamping bernilai filosofis. Sedemikian jauh manusia masih belum yakin bahwa ia telah mengenali dirinya sendiri. Bahkan makin dalam ia menyelami dan memahami kepribadiannya, makin sukar ia mengerti identitasnya. Apa yang ia mengerti tentang kepribadiannya makin  ia sadari sebagai suatu asumsi yang amat “dangkal’ dan relatif, bahkan juga amat subjektif.
Untuk mengerti dan mengenali diri sendiri manusia dengan jujur mengakui kesukaran-kesukarannya, apa yang ia akui sebagai pengertian hanyalah suatu kesimpulan yang masih kabur dan belum representatif. Dari kenyataan ini manusia berkesimpulan pula bahwa  jauh lebih amat sulit untuk mengerti dan memahami kepribadian orang lain.
Perwujudan kepribadian seseorang nampak dalam keseluruhan pribadi manusia dalam antar hubungan dan antar aksinya dengan lingkungan hidupnya. Penafsiran kita tentang tingkah laku belum menjamin pengertian kita tentang kepribadian manusia. Karena itu, realita demikian amat jauh dari sempurnaan. Tetapi usaha untuk mengerti dan memahami manusia ini jauh lebih baik daripada pengertian dan kesimpulan- kesimpulan yang kita miliki tentang manusia. Apa yang kita simpulkan sebagai pengertian itu lebih bersifat statis, sedangkan usaha untuk mengerti manusia secara aktif dan terus-menerus didalam antar hubungan dan antar  aksi sesama itu bersifat dinamis. Asas dinamis ini merupakan essensi watak manusia, yang terus berkembang, bertumbuh dan menuju integritas kepribadiannya.
Demikian pula kita tentang seseorang, tentang kepribadiannya selalu berkembang. itulah sebabnya dikatakan “Tak kenal maka tak cinta”. Bahkan “Cinta itu tumbuh dari sebuah pengenalan”.  Artinya makin kita mengenalnya, makin kita memahami kepribadiannya yang positif makin pula kita mencintainya. Implikasi pandangan ini adalah jagan tergesa-gesa menjauhi atau membenci seseorang, karena kita belum mengenal seorang itu. Bahkan sesungguhnya, adalah kewajiban kita  untuk mengerti tingkah laku, kepribadian seseorang didalam antar hubungan dan antar aksi sosial. Dan sesuai dengan asas –asas nilai demokrasi kita wajib menghormati martabat pribadi orang lain. Prinsip self respect, menghormati pribadi orang lain merupakan pangkal untuk mengormati diri sendniri. Artinya usaha untuk dihormati, hormati lebih dahulu orang lain.
6.    Manfaat mempelajari filsafat manusia
Filsafat manusia menawarkan suatu bentuk pengetahuan yang luas, dalam, dan kritis tentang keseluruhan manusia. Pengetahuan semacam itu sekaligus memiliki manfaat teoritis dan praktis. Secara praktis, filsafat manusia mampu membantu kita membuat keputusan-keputusan praktis di dalam kehidupan sehari-hari dengan berbekal pengetahuan yang kita miliki tentang diri kita sendiri. Filsafat manusia juga dapat membantu memberikan makna pada apa yang tengah kita alami, menentukan tujuan hidup, dan sebagainya. Secara teoritis, filsafat manusia dapat membantu kita meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang tersembunyi di dalam teori-teori tentang manusia yang terdapat di dalam ilmu pengetahuan. Filsafat manusia, pada akhirnya, dapat membuat kita semakin menyadari, betapa manusia adalah mahluk yang sangat rumit. Manusia adalah suatu enigma yang tak mungkin sepenuhnya bisa dipahami, bahkan oleh dirinya sendiri.
Manfaat lainnya mempelajari filsafat manusia adalah mencari dan menemukan jawaban tentang siapakah sesungguhnya manusia itu. Akan tetapi, filsafat manusia tidak menawarkan jawaban yang tuntas (final) dan seragam tentang manusia. Kita justru dihadapkan pada kenyataan bahwa banyak filusuf memiliki pendapat yang berbeda tentang apa atau siapa sebetulnya manusia. Mereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara berbeda dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara berbeda-beda pula. Oleh karena itulah, setelah kita mempelajari filsafat manusia, maka paling tidak kita akan dapatkan sebuah pelajaran berharga tentang kompleksitas manusia, yang tidak pernah habis-habisnya dipertanyakan apa makna dan hakikatnya.
Karena kompleksitas yang melekat pada manusia itu, maka beberapa filusuf menarik kesimpulan bahwa esensi manusia pada prinsipnya adalah sebuah misteri, sebuah teka-teki yang barangkali tidak pernah akan terungkap secara tuntas kapan dan oleh siapapun. Tidak berlebihan kalau seorang filusuf humanis seperti scheler mengatakan “semakain berkembang ilmu-ilmu khusus yanng terjun mempelajari manusia tidak semakin menjernihkan konsepsi kita sendiri. Sebaliknya, mamlah semakin mengaburkan dan membingungkannya”, karena pada kenyataannya hakikat  manusianya sendiri tampaknya terus-menerus tersembunyi dan selalu luput dari penyelidikan kita.
7.    Pengertian filsafat alam
Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan. Didalam alam semesta ini manusia tidak dapat hidup dan “mandiri” dengan sesungguhnya. Karena antara  manusia dan alam semesta saling membutuhkan dan saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dimana alam semesta ini butuh manusia untuk merawat dan memeliharanya sedangkan manusia butuh alam semesta sebagai sarana berinteraksi dengan manusia lainnya.
Alam semesta yang kita ketahui sekarang ini mulanya berasal dari gas yang berserakan  secara teratur di angkasa kemudian menjadi kabut (menjadi kumpulan kosmos-kosmos) dalam pengertian alam semesta mencakup tentang mikro kosmos dan makrokosmos.
Mikro kosmos yaitu benda-benda yang berukuran kecil seperti, atom, sel, electron dan benda-benda kecil lainnya. Adapun makro kosmos yaitu benda-benda  yang berukuran besar, sepeti bintang, planet dan matahari.
Menurut Heraclitus menyatakan, “You can not step twice into the same river; for the fresh waters are ever flowing upon you” (engkau tidak dapat terjun ke sungai yang sama dua kali karena air sungai itu selalu mengalir). Alam semesta ini selalu dalam keadaan berubah; sesuatu yang dingin berubah jadi panas, yang panas berubah menjadi dingin.
Segala yang ada dinamai: “Alam”. Alam ini 2 macam: Pertama dinamakan Alam nyata, yaitu semua alam yang ditangkap panca indra manusia, yaitu semua alam yang terdiri dari benda, baik benda padat, benda cair atau benda gas. Kedua ialah Alam Gaib, yaitu Alam yang tak dapat ditangkap dengan panca indra manusia, alam yang bukan terdiri dari benda.
8.    Teori terbentuknya alam
Teori yang dihasilkan oleh para ilmuan dan pakar, tentang bagaimana terbentuknya alam ada dua yaitu:
Teori keadaan tetap
Yaitu teori  yang menyatakan  bahwa  ini tanpa Awal dan ada selama-lamanya.
 Teori dentuman besar
Yaitu teori yang menyatakan bahwa alam ini ada dari suatu pula dan teori menyatakan bahwasanya alam pada awalnya semua objek didalam semesta adalah satu dan kemudian terpisah karena suatu ledakan yang sangat dahsyat.
Sebagaimana tercantum dalam Al-qur’an bahwasanya dahulu adalah suatu yang padu dan kemudian dipisahkan: “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya, dan dari air kami, jadikan segala sesuatu yang hidup, maka mengapa mereka juga tidak beriman? (QS. Al-Anbiya:3)
Teori-teori yang telah di kemukakan oleh para ilmuan dan pakar sama sekali tidak ilmuan dan pakar sama sekali tidak bertentangan antara satu dengan yang lainnya walaupun kita lihat bahwa terjadi perbedaan yang mencolok pada hipotesis mereka, dan al-Qur’an pun mendukung hipotesis mereka sebagaimana Allah berfirman. “Kemudian dia menuju  dari penciptaan langit dan langit masih merupakan asap, lalu dia berkata keduanya menurut perintahku dnegan suka hati atau terpaksa “keduanya menjawab” kami datang dengan suka hati” (Al-Fhussilat:11).
Alam semesta itu ada karena diciptakan oleh Allah, dan bukanlah suatu kebetulan seperti yang dikatakan oleh orang-orang materilsime. Alam berarti  dunia, alam semesta, jadi jika dianalisia alam merupakan yang sesungguhnya atau alam yang nyata. Dengan kata lain alam semesta adalah tempat bernaung makhluk-mahkluk Allah SWT. Berpegang pada dalil-dalil Al-qur’an, maka alam semeta ini diciptakan oleh Tuhan Untuk kepentingan manusia dan untuk di pelajari manusia semoga dapat menjalankan fungsi dan kedudukannya sebagai manusia di muka bumi ini.
KESIMPULAN
Manusia itu makhluk alternatif (bebas) tetapi sekaligus terikat (tidak bebas nilai). Manusia itu juga subyek pendidikan,  sekaligus juga obyek pendidikan
Manfaat mempelajari filsafat manusia ada dua yaitu: Secara praktis, filsafat manusia mampu membantu kita membuat keputusan-keputusan praktis di dalam kehidupan sehari-hari dengan berbekal pengetahuan yang kita miliki tentang diri kita sendiri. Sedangkan Secara teoritis, filsafat manusia dapat membantu kita meninjau secara kritis asumsi-asumsi yang tersembunyi di dalam teori-teori tentang manusia yang terdapat di dalam ilmu pengetahuan.
Alam semesta adalah media pendidikan sekaligus sebagai sarana yang digunakan oleh menusia untuk melangsungkan proses pendidikan.
Teori yang dihasilkan oleh para ilmuan dan pakar, tentang bagaimana terbentuknya alam ada dua yaitu: Teori keadaan tetap dan teori dentuman besar.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami susun, kami hanyalah manusia biasa yang jauh sekali dari kesempurnaan, sehingga sangat mungkin makalah ini belum sempurna dan masih banyak kekurangannya, maka dari itu kami sangat mengharap kritik dan saran yang dapat membangun dan menyempurnakan makalah saya sehingga bisa lebih baik lagi. Semoga dengan hadirnya makalah ini dapat memberi sedikit pengetahuan tentang Islam dan bermanfaat bagi kita semua. Amin . . .

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Charris Zubair, Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia (Kajian Filsafat Ilmu), Yogyakarta: LESFI, 2002
Ali Hamdani, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Kota Kembang, 1986
M. Arifin, M. Ed., Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Remaja Rosdakarya, PT Bumi Aksara, 2000
Mohammad  Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filasafat Pendidikan Pancasila, Surabaya: Usaha Nasional, 1986
Tafsir Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1990
Zainal Abidin, Filsafat Manusia, Bandung:  PT. Remaja Rosdakarya, Cet.V, 2009

PENDIDIKAN ISLAM ADALAH SEBAGAI SUATU SISTEM


PENDAHULUAN
Pendidikan adalah sebuah proses yang sangat panjang demi menuju tercapainya tujuan pendidikan. Bukan aktivitas spontan, yang sekali terjadi. Sebagai sebuah proses, maka pendidikan pada dasarnya adalah rangkaian aktivitas terperogram, terarah, dan berkesinambungan. Dengan demikian pendidikan bukanlah suatu proses yang yang asal-asalan yang tanpa perencanaan dan tanpa perorganisasian.
Bila pendidikan merupakan suatu aktivitas, tentu ada banyak komponen yang menopang setiap aktivitas tersebut. Komponen tersebut saling bergantung, saling berhubungan, dan saling menentukan. Corak suatu sistem pendidikan tampaknya dipengaruhi oleh cara pandang dari setiap masyarakat, kelompok, atau bangsa masing-masing. Cara pandang ini erat kaitannya dengan latar belakang filsafat dan pandangan hidup mereka. Sebab bagaimanapun pandangan hidup ini mencerminkan jati diri yang harus dipertahankan serta dikembangkan dan selanjutnya diwariskan kepada generasi muda masyarakat bersangkutan. Dari pendapat itu dapat dikatakan, jika pendidikan Islam sebagai suatu sistem yang memiliki komponen, maka corak  sistem pendidikan Islam tentulah mengacu kepada sumber ajaran Islam itu sendiri, yaitu Al- Qur’an dan Hadits. Atas dasar itulah, biasanya dirumuskan landasan dasar pendidikan islam, konsep serta sistem pendidikan Islam yang dikehendaki.
Mengacu kepada penjelasan di atas, maka makalah ini mencoba membahas tentang sistem pendidikan menurut konsep Islam, yang mana di dalam sistem tersebut terdapat beberapa komponen-komponen penting guna memperlancar proses serta tercapainya tujuan dari pendidikan Islam.


RUMUSAN MASALAH

Apa Pendidikan dalam konsep Islam
Pendidikan Islam sebagai suatu Sistem
Apa saja Komponen dalam pendidikan


PEMBAHASAN
Pendidikan dalam Konsep Islam

Berdasarkan definisinya, Rupert C. Lodge dalam  philosophy of education menyatakan bahwa dalam pengertian yang luas pendidikan itu menyangkut seluruh pengalaman. Sehingga dengan kata lain, kehidupan adalah pendidikan dan pendidikan adalah kehidupan itu. Sedangkan Joe Pack merumuskan pendidikan sebagai “the art or process of imparting or acquiring knomledge and habit through instructional as study”. Dalam definisi ini tekanan kegiatan pendidikan diletakkan pada pengajaran (instruction), sedangkan segi kepribadian yang dibina adalah aspek kognitif dan kebiasaan. Theodore Meyer Greene mengajukan definisi pendidikan yang sangat umum. Menurutnya pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna. Alfred North Whitehead menyusun definisi pendidikan yang menekankan segi ketrampilan menggunakan pengetahuan.
Untuk itu, pengertian pendidikan secara umum, yang kemudian dihubungkan dengan Islam sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian baru yang secara implisit menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya. Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya, dalam konteks Islam inheren dalam konotasi istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam informal, formal, dan nonformal. Ketiga istilah tersebut mengandung makna memelihara, membesarkan, dan mendidik yang kedalamnya sudah termasuk makna mengajar. Tarbiyat diartikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia, ta’dib berorientasi kepada adab dan variatifnya, sedangkan ta’lim berasal dari kata ‘allama yang condong berorientasi kepada pengajaran pengertian, pengetahuan, dan pemahaman. Istilah- istilah di atas semuanya merujuk kepada sumber Al- Qur’an dan Hadits.
Qodri Azizy menyebutkan batasan tentang definisi pendidikan agama Islam dalam dua hal, yaitu a) mendidik peserta didik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak Islam, b) mendidik peserta didik untuk mempelajari materi ajaran Islam. Sehingga pengertian pendidikan agama Islam merupakan usaha secara sadar dalam memberikan bimbingan kepada anak didik untuk berperilaku sesuai dengan ajaran Islam dan memberikan pelajaran dengan materi-materi tentang pengetahuan Islam.
Dari pemaparan diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa pendidikan Islam berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan sarana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara sesuai dengan ajaran Islam dengan cara bimbingan, pengarahan, pengasuhan, pelatihan, pengarahan, dan pengajaran. Rumusan ini sesuai dengan pendapat Endang Saefudin Anshari yang dikutip Azra bahwa pendidikan Islam adalah proses bimbingan oleh pendidik terhadap perkembangan fisik dan psikis siswa dengan bahan-bahan materi tertentu dengan metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi tertentu sesuai dengan ajaran Islam.

Pendidikan Islam sebagai suatu sistem
Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani sistem” yang artinya suatu keseluruhan yang tersusun dari banyak bagian whole compounded of several parts (Tatang Amirin, 1886: 11). Di antara bagian-bagian itu terdapat hubungan yang berlangsung secara teratur. Definisi sistem yang lain dikemukakan Anas Sudjana yang mengutip pendapat Johnson, Kost dan Rosenzweg sebagai berikut “Suatu sistem adalah suatu kebulatan/ keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan /keseluruhan yang kompleks”. Sistem juga dikatakan sebagai kumpulan berbagai komponen yang masing- masing saling terkait, tergantung, dan saling menentukan.
Dengan kata lain sistem dapat kita simpulkan suatu kumpulan yang secara keseluruhan yang bersifat kompleks dan terorganisir yang di dalamnya terdapat himpunan komponen yang saling berkaitan secara bersama-sama dan berfungsi untuk mencapai tujuan sistem.
Jika dikaitkan dengan pendidikan, sistem pendidikan mempunyai makna satu rangkaian pemikiran dalam bidang pendidikan yang terorganisasi atau sistem pendidikan dapat disebut juga sebagai sekelompok dari unsur-unsur pendidikan yang saling berkaitan dan bekerja bersama-sama. Unsur-unsur pendidikan tersebut antara lain adalah sebagai berikut: asas pendidikan, tujuan pendidikan, materi pendidikan, subjek pendidikan, objek pendidikan, metode pendidikan, media pendidikan, evaluasi pendidikan, dan lingkungan pendidikan. Untuk menjalankan sistem pendidikan yang baik dan untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan maka unsur-unsur pendidikan yang tersebut di atas haru dapat saling berkaitan dan bekerja bersama.
Berikut ini gambar sistem pendidikan :

INSTRUMENTAL  INPUT   
 
RAW INPUT   
 
PROSES   
 
OUTPUT   
 
ENVIRONMENTAL INPUT   

Gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Sistem baru merupakan masukan mentah (row input) yang akan diperoses menjadi tamatan (output). Guru dan tenaga nonguru, administrasi sekolah, kurikulum, anggaran pendidikan, prasarana dan prasarana merupakan instrumental input yang memungkinkan dilaksanakannya pemerosesan mentah menjadi tamatan. Corak budaya dan kondisi ekonomi masyarakat sekitar, kependudukan, politik dan keamanan negara merupakan lingkungan atau masukan lingkungan environmental input yang secara lansung atau tidak lansung berpengaruh terhadap berperannya masukan instrumental dalam pemprosesan masukan mentah.
Dari penjelasan melalui gambar di atas, dapat diketahui bahwa komponen pendidikan yang paling utama terletak pada proses, komponen proses yang dimaksud berupa instrumental input dan environmental input, keduanya merupakan penentu apakah tujuan dari suartu sistem akan tercapai atau tidak. Kalau begitu sistem pendidikan dapat diartikan sebagai suatu himpunan dari objek-objek yang di satukan  oleh beberapa bentuk interaksi yang teratur atau saling bergantungan. Suatu kesatuan atau penyatuan menjadi keseluruhan sebagai sistem itu sendiri. Dalam cakupan pengertian sistem pendidikan termuat adanya berbagai komponen (unsur), berbagai kegiatan (menunjuk fungsi dari setiap komponen), adanya saling hubungan serta ketergantungan antar komponen, adanya keterpaduan antar komponen, adanya keluasan sistem (ada kawasan di dalam sistem dan di luar sistem), dan gerak dinamis semua fungsi dari semua kompo­nen tersebut mengarah atau berorientasi ke pencapaian tuju­an sistem yang telah ditetapkan lebih dahulu.
Selanjutnya Ramayulis membagi sistem pendikan menjadi empat unsur yaitu:
Kegiatan pendidikan yang meliputi: pendidikan diri sendiri, lingkungan, dan pendidikan oleh seorang kepada orang lain.
Binaan pendidikan, mencakup: jasmani, akal, dan qalbu.
Tempat pendidikan, mencakup: rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.
Komponen pendidikan, mencakup: dasar, tujuan, materi, metode, media, evaluasi, Administrasi biasa, dana, dan sebagainya.

3. Komponen Pendidikan
Ada banyak pendapat tentang apa saja yang termasuk dalam komponen sistem pendidikan, tetapi secara garis besar hal tersbut tidak ada perbedaan, seperti Jalaluddin berpendapat secara garis besar komponen-komponen yang termuat dalam sistem pendidikan mencakup dasar, metode, bahan, alat, pendidik, peserta didik, evaluasi, dan tujuan pendidikan. Sedangkan menurut Hasan Langgulung  sesungguhnya tujuan pendidikan, materi pendidikan, metode mengajar, dan evaluasi termasuk kedalam komponen kurikulum. Dengan kata lain komponen kurikulum dalam sistem pendidikan sudah mencakup beberapa hal yang tersebut di atas.
Perhatian pada proses terjadinya pendidikan mengarahkan pada pemikiran tentang komponen-komponen pendidikan islam itu sendiri. Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang meiliki peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat dikatakan bahwa untuk berlangsungnya proses kerja pendidikan diperlukan keberadaan komponen-komponen tersebut. Maka untuk menghasilkan output dari sistem pendidikan yang bermutu, hal yang paling penting adalah bagaimana membuat semua komponen yang dimaksud berjalan dengan baik.
Dari beberapa pendapat yang telah disebutkan sebelumnya, maka dirumuskan beberapa komponen-komponen dalam sistem pendidikan Islam, yaitu :
tujuan pendidikan Islam
Salah satu aspek penting dan mendasar dalam pendidikan adalah aspek tujuan. Merumuskan tujuan pendidikan merupakan syarat mutlak dalam mendefiniskan pendidikan itu sendiri yang paling tidak didasarkan atas konsep dasar mengenai manusia, alam, dan ilmu serta dengan pertimbangan prinsip prinsip dasarnya. Hal tersebut disebabkan pendidikan adalah upaya yang paling utama, bahkan satu satunya untuk membentuk manusia menurut apa yang dikehendakinya. Karena itu menurut para ahli pendidikan, tujuan pendidikan pada hakekatnya merupakan rumusan-rumusan dari berbagai harapan ataupun keinginan manusia.
Sebagai salah satu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki posisi yang sangat penting di antara komponen-komponen lainnya. Dapa dikatakan bahwa segenap komponen dari seluruh  kegiatan pendidikan dilakukan semata-mata ditujukan untuk pencapaian tujuan tersebut.   Tujuan pendidikan  berfungsi sebagai arah yang ingin dituju dalam aktivitas pendidikan. Dengan adanya tujuan yang jelas, maka komponen-komponen pendidikan yang lain serta aktivitasnya senantiasa berpedoman kepada tujuan, sehingga efektivitas proses pendidikannya selalu diukur apakah dapat dan dalam rangka mencapai tujuan atau tidak. Dalam praktek pendidikan, baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat luas, banyak tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai oleh siswa.
Dalam perspektif Islam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yusuf Amir Faisal, tujuan pendidikan Islam pada hakekatnya sama dengan tujuan diturunkannya agama Islam yaitu untuk membentuk manusia yang bertakwa (muttaqin).
Fadlil Al-Jamaly merumuskan tujuan pendidikan islam yang lebih rinci, yang dikutip oleh (Abd. Halim, 2002: 18)  sebagai berikut:
Mengenalkan manusia akan peranannya diantara sesama mahluk dan tanggungjawab pribadinya di dalam hidup ini.
Mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggungjawabnya dalam tata hidup bermasyarakat.
Mengenalkan manusia akan alam dan mengajar mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat dari alam tersebut.
Mengenalkan manusia akan pencipta alam ini (Allah) dan memerintahkan beribadah kepadanya.

pendidik
Dari segi bahasa, pendidik atau guru, sebagaimana dijelaskan oleh WJS. Poerwodarminto adalah “orang yang mendidik.” Pengertian ini memberi kesan, bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan mendidik. Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Seperti teacher yang diartikan dengan guru atau pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi, atau guru yang mengajar di rumah. Dalam bahasa Arab dijumpai kata Ustadz yang berarti teacher guru atau professor gelar akademik  guru besar, mudaris yang berarti teacher guru atau instructor pelatih dan lecturer dosen, mu’alim yang juga berarti guru, atau instructor pelatih, serta trainer pemandu, dan juga kata mu’addib yang berarti educator pendidik.
Menurut H.A. Ametembun, guru adalah semua orang yang berwewenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik disekolah maupun diluar sekolah. Pendidik sering pula disebut dengan guru, istilah guru sebagaimana dijelaskan oleh Hadari Nawawi, adalah “orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah / kelas.” Secara khusus ia mengatakan bahwa “guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengertian tersebut, menurutnya bukanlah sekedar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan tertentu, akan tetapi adalah anggota masyarakat yang harus ikut aktif dan berjiwa untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa. (Akmal Hawi, 2004: 13).
Dalam konteks Pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murobbi, muallim, dan muaddib. Kata murobbi berasal dari kata rabba yurobbi. Kata muallim isim fail dari allama yuallimu sebagaimana ditemukan dalam al Qur’an (QS 2 : 31). Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa guru dalam melaksanakan pendidikan baik dilingkungan formal dan non formal dituntut untuk mendidik dan mengajar. Mengajar biasanya  lebih cenderung mengajar anak mejadi orang yang pandai tentang ilmu pengetahuan saja tetapi jiwa dan watak anak tidak dibangun dan di bina, sehingga disini mendidiklah yang berperan untuk membentuk jiwa dan atak anak didik dengan kata lain mendidik adalah kegiatan transfer of values, memindahkan sejumlah nilai kepada anak didik. Ada banyak pendapat yang dikemukakan oleh beberapa ‘ulama mengenai kreteria seorang pendidik menurut konsep pendidikan Islam, namun demikian semuanya berdasarkan sumber ajaran Islam itu sendiri yaitu Al- Qur’an dan Al- Hadits. Di antara kreteria-kreteria tersebut adalah bertakwa kepada Allah SWT, Ikhlas, berilmu, mempunyai kepribadian yang baik (santun, lemah lembut, pemurah, jujur, sabar, pemaaf, dll), tanggungjawab, mengamalkan syari’at islam dan sunnah Nabi ketika mengajar, memiliki sifat  Rabbani, kreatif, adil, zuhud, bersih dll.

peserta didik
Peserta didik merupakan salah satu komponen dalam sistem pendidikan Islam. Peserta didik merupakan bahan mentah dalam proses transformasi pendidikan. Secara formal mereka adalah orang yang sedang berada di fase pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun psikis. Dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan yang masih berjalan, maka peserta didik dianggap belum dewasa sehingga membutuhkan bimbingan orang lain untuk menjadikannya dewasa. Sebab pendewasaan merupakan tujuan dari pendidikan.
Ada beberapa ciri khas peserta didik yang harus dipahami oleh pendidik yaitu:
Individu yang memiliki potendi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.
Individu yang sedang berkembang.
Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.
Dalam pendidikan Islam, untuk mengetahui hakikat peserta didik, tidak lepas dari hubungannya dengan pembahasan tentang hakikat manusia. Sebagai mahluk ciptaan manusia memiliki bentuk yang lebih baik, lebih indah, dan lebih sempurna dibandingkan makhluk ciptaan lainnya. Lebih lanjut Jalaluddin mejelaskan beberapa potensi peserta didik yang harus dikembangkan secara berimbang. Adapun potensi yang dimiliki peserta didik yang menggunakan pendekatan konsep tentang manusia ada tiga yaitu Al- Insan, An- Nas, dan Al- Basyar. Konsep tersebut merupakan bagian dari informasi wahyu yang termaktub dalam Al- Qur’an.  Pengembangan potensi tersebut dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui institusi-institusi, baik di sekolah, keluarga, masyarakat, maupun melalui institusi sosial yang ada di masyarakat. Upaya pengembangan potensi juga dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal maupun non-formal.

 kurikulum
Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang berarti pelari dan curere yang berarti tempt berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Dalam bahasa Arab, kata kurikulum bisa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sedangkan arti manhaj atau kurikulum dalam pendidikan Islam adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan guna mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan. Ada banyak definisi yang dikemukakan tentang pengertian kurikulum yang diberikan oleh ahli, tetepi menurut Jalaluddin secara garis besar dapat disimpulkan bahwa kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan. Bila dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka kurikulum berisi muatan kegiatan untuk pendidikan seumur hidup, sejalan dengan pernyataan Nabi Muhammad SAW “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”.
Kurikulum pendidikan  islam merupakan salah satu komponen  yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. Karena itu kurikulum merupakan alat untuk  mencapai tujuan pendidikan islam dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat Pendidikan.
Mengingat bahwa fungsi kurikulum dalam proses pendidikan adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan, kurikulum memiliki bagian-bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya dengan baik. Kurikulum mempunyai beberapa komponen yaitu tujuan apa yang akan dicapai, setelah mengetahui tujuan, tentu apa materi yang akan diajarkan supaya tujuan itu tercapai, selanjutnya kurikulum membahas bagaimana cara penyampaian materi atau data-data, sedangkan yang terakhir di dalamnya memuat bagaimana cara menilai bahwa tujuan sudah tercapai atau belum.
Kurikulum yang baik dalam rangka mencapai tujuan Pendidikan islam adalah yang bersifat integrated dan komprehensif serta menjadikan Al-Qur’an dan hadits sebagai sumber utama dalam penyusunannya. Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber utama Pendidikan islam berisi kerangka dasar yang dapat dijadikan sebagai acuan operasional penyusunan dan pengembangan kurikulum pendidikan Islam.




KESIMPULAN

Pendidikan merupakan  serangkaian  aktivitas  dari sebuah sistem. Dalam konsep Islam,  pendidikan dikenal  dengan istilah tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib. Sebagai suatu sistem pendidikan islam memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan. Komponen-komponen tersebut adalah dasar, tujuan, pendidik, peserta didik, dan kurikulum pendidikan Islam, fungsinya adalah memastikan tercapainya tujuan pendidikan Islam. Pendidikan Islam sebagai suatu system karena suatu Sistem juga dikatakan sebagai kumpulan berbagai komponen yang masing- masing saling terkait, tergantung, dan saling menentukan. Dengan kata lain sistem dapat kita simpulkan suatu kumpulan yang secara keseluruhan yang bersifat kompleks dan terorganisir yang di dalamnya terdapat himpunan komponen yang saling berkaitan secara bersama-sama dan berfungsi untuk mencapai tujuan sistem. Berikut ini gambar sistem pendidikan :

INSTRUMENTAL  INPUT   
 
RAW INPUT   
 
PROSES   
 
OUTPUT   
 
ENVIRONMENTAL INPUT   

PENUTUP

Demikianlah makalah yang kami sampaikan, semoga dapat menjadi bahan bahan kajian yang dapat memberikan sedikit sumbangsih dalam kajian yang kaitannya dengan Pendidikan Islam adalah sebagai suatu system. Kritik serta saran konstruktif  selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan maupun pemaparan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin..



DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumard. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Melenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1999
Hamalik, Oemar. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2008
Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pai. Palembang: IAIN Raden Fatah Press. 2004
Jalaluddin. Filsafat Pendidikan Islam: tela’ah sejarah dan pemikirannya. Jakarta: Kalam Mulia. 2011
Ramayulis dan Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2010
Sudjana, Anas. Pengantar Administrasi Pendidikan Sebagai suatu Sistem.Bandung: Rosda Karya. 1997                                                             
Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2002                                                  
                                                                                          



              








Hubungan Iman dengan Ibadah dan Etika Pergaulan

Hubungan Iman dengan Ibadah dan Etika Pergaulan

Latar Belakang Masalah
    Kadang-kadang, bahkan cenderung sering terjadi, banyak orang yang menganggap bahwa diri mereka telah beriman. Mentang-mentang mereka telah menjalankan sholat lima waktu dan ibadah mahdah lainnya, lantas dengan gampangnya menyatakan bahwa diri mereka telah beriman, sungguh amat jauh persepsi dan pandangan mereka mengenaai keimanan. Sebab islam bukan hanya sekedar percaya begitu saja.
    Bahkan yang menggelikan banyak orang yang telah menganggap diri mereka baik, bahkan menganggap diri mereka suci. Ini jelas kebablasan, sedang orang-orang alim dan khusuk dalam sholatnya di zaman rasulullah Saw saja menyatakandiri mereka masih kotor. Itulah sebabnya, Allah Swt mengingatkan dalam al-qur’an agar kaum muslimin tidak menyebut bahwa dirinya suci. Begitulah kenyataannya,manusia tempatnya salah dan khilaf.
    Masalah keimanan ini, sekali lagi bukan sekedar percaya saja, sebab substansi iman adalah diyakini dalam hati, diucapkan secara lisan, dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dalam lagi, iman tempatnya di hati sehinnga yang tahu hanyalah dirinya sendiri dan Allah.
    Ibadah merupakan menjalankan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi larangannya. Dalam hal ini tidak hanya manusia saja yang dituntut untuk beribadah tapi semua makhluk yang di ciptakan Allah juga dituntut untuk beribadah seperti dalam surat : adz-Dzariyat : 56 yang artinya :
    “Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan mereka agar menyembah-Ku”
Dan dalam masalah etika (moral) umat islam dituntut untuk mencontoh perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh nabi Saw yaitu yang disebut uswatun hasanah. Sehingga dalam makalh ini akan dibahas Hubungan iman dengan Ibadah dan Etika (moral).
Rumusan Masalah

    Berangkat dari Latar Belakang Masalah diatas, maka terdapatlah rumusan masalah sebagai berikut :

1.    Bagaimana Hubungan Antara Iman dengan Ibadah ?
2.    Bagaimana Hubungan Antara Iman dengan Etika Pergaulan ?
3.    Bagaimana Etika Pergaulan Remaja Menurut Pandangan Islam ?

Pembahasan
2.    Hubungan Antara Iman dengan Ibadah
    Iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan serta mengamalkan dengan perbuatan. Yang dimaksud membenarkan dengan hati yaitu mempercayai dan menyakini segala yang dibawa oleh Rasulullah. Yang dimaksud dengan mengikrarkan dengan lisan adalah mengucap dengan dua kalimah syahadat. Sedangkan maksud dari mengamalkan dengan perbuatan yaitu hatimengamalkan dalam bentuk keyakinan dan badan mengamalkan dalam bentuk ibadah. Jika syarat-syarat diatas terpenuhi maka seseorang akan dikatakan mukmin.
    Ibadah berasal dari kata ‘abd  secara bahasa berarti “hamba sahaya”. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa ibadah mengandung ciri-ciri kekokohan dan kelemah lembutan, maksudnya pelaksanaan ibadah harus diiringi oleh kesetiaan yang kuat dan kehalusan. Secara bahasa ibadah diartikan sebagai penyembahan, pengabdian, dan ketaatan.
    Hubungan iman dan ibadah adalah sejauh mana keimanan dapat mempengaruhi ibadah dan etika atau moral dan sebaliknya. Keimanan atau akidah adalah fondasi dari semua ajaran islam, yaitu akidah, syariah dan akhlak.
    Seseorang yang telah beriman atau berakidah harus mengimplentasikan keimanannya dengan syariah yaitu beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan sesama manusia dan alam sekitar.
    Akidah diwujudkan dalam pengucapan dua kalimat syahadat, diimani, diyakini, dan dibenarkan dalam hatinya. Sebagai wujud keima nannya kepada Allah, dia harus melaksanakan syariah berupa ibadah madhah dan ibadah muamalah ghairu madhah. Yang mana ibadah nadhah artinya penghambaan yang murni merupakan hubunga antara hamba dengan Allah secara langsung seperti : menjalankan ibadah sholat. Sedangkan ibadah muamalah ghairu madhah artinya segala amaln yang diizinkan oleh Allah, misalnya ibadah ghairu madhah ialah belajar, dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya.
    Orang yang beriman disebut mukmin. Sedangkan seorang mukmin yang telah melakukan ibadah dan melakukan muamalah disebut muslim. Seorang mukmin belum dikatakan muslim apabila dia belum melaksanakan ibadah, baik ibadah mahdah maupun ibadah ghairu mahdah. Keimanan dan keislaman seseorang harus dilengkapi dengan ibadah dalam rukun islam yaitu syahadat, sholat, zakat, puasa, dan haji (bagi yang mampu).
    Iman dengan ibadah juga memiliki hubungan kasualitas (sebab-akibat). Kualitas iman seseorang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ibadah orang tersebut. Makin tinggi kualitas ibadah seseorang(misal : shalat makin khusu’, mengurangi atau menghilangkan syirik kepada Allah ). Dan kuantitasnya (misal : menambah shalat wajib dengan dan shalt sunnah, banyak bershadaqah) akan menambah dan mempertebal iman seseorang, makin mengurangi dan mempertipis, bahkan dapat menghilangkan kualitas seseorang kepada Allah Swt.
    Pelaksanaan ibadah yang yang di landasi iman yang kuat memberikan dampak yang postif terhadap sikap dan perilaku seorang muslim.
Allah berfirman :

ã@ø?$# !$tB zÓÇrré& y7ø‹s9Î) šÆÏB É=»tGÅ3ø9$# ÉOÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# ( žcÎ) no4qn=¢Á9$# 4‘sS÷Zs? ÇÆtã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍s3ZßJø9$#ur 3 ãø.Ï%s!ur «!$# çŽt9ò2r& 3 ª!$#ur ÞOn=÷ètƒ $tB tbqãèoYóÁs? ÇÍÎÈ
    Artinya:
“bacalah apa yang telah di wahyukan kepadamu yaitu alkitab(al-qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih  besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Ankabut 45)

    Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa shalat itu mengandung dua hikmah, yaitu dapat pencegah diri dari perbuatan keji dan perbuatan mungkar. Maksudnya dapat menjadi pengekang diri dari kebiasaan melakukan kedua perbuatan tersebut dan dan mendorong pelakunya untuk dapat menghindarinya. Dengan keimanan seseorang akan tunduk dan patuh pada aturan-aturan Allah Swt.
    Dengan demikian sesungguhnya sangat erat hubungan dan saling mempengaruhi antara iman dengan ibadah kepada Allah Swt.
Adapun contoh-contoh amalan hubungan antara iman dengan ibadah :
a)    Dzikir
        Dzikir menurut bahasa arab (bahasa yang digunakan dalam al-qur’an)    berarti mengingat/menyebut. Dzikir sendiri terbagi menjadi dua yaitu dzikir lisan dan dzikir dalam hati. Firman Allah :

( (#qè=ä3sù !$®ÿÊE z`õ3|¡øBr& öNä3ø‹n=tæ (#rãä.øŒ$#ur tLôœ$# «!$# Ïmø‹n=tã ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇÍÈ  
Artinya:
    “Maka makanlah apa yang ditangkap untukmu dan sebutlah nama Allah (waktu melepasnya). Dan bertaqwalah kepada Allah, sungguh Allah sngat cepat perhitungan-Nya. (Al-Maidah : 4)
       
b)    Tawakal
    Sebagai seorang muslim hendaknya hendaknya selalu berserah diri kepada Allah (berkhojtawakal).
Firman Allah pada surat Yunus : 84
tA$s%ur 4Óy›qãB ÇPöqs)»tƒ bÎ) ÷LäêYä. LäêYtB#uä «!$$Î/ Ïmø‹n=yèsù (#þqè=©.uqs? bÎ) LäêYä. tûüÏJÎ=ó¡•B ÇÑÍÈ  
Yang artinya :
“Dan Musa berkata :wahai kaumku apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang muslim.       
c)    Syukur
    Syukur adalah salah satu buah keimanan, bila seseorang hamba allah berbuat baik kepada anda lalu anda tidak berterima kasih kepadanya berarti anda telah bersikap buruk kepadanya. Padahal hamba tersebut hanya perantara, sedangkan pemberian sejati hanyalah Allah.
Firman Allah :
ومن شكر  فانما يشكر لنفسه ومن كفر فان ربي غني كريم. ( النمل : ۴)                
Artinya :
“Baramg siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barang siapa ingkar maka sesungguhnya Allah maha kaya, maha melihat.(An-Naml : 4)

d)    Sabar
    Seorang muslim berada diantara dua nikmat yaitu bila ia ditimpa kebaikan lalu bersyukur maka ia akan memperoleh pahala dan apabila ditimpa musibah lalu bersabar maka ia akn memperoleh pahala.
Firman Allah :
ما عندكم ينفدوما عندالله باق ولنجزينالذين صبروا اجرهم بااحسن ما كانوا يعملون (النحل : ۹۶)                                                                                                          
Artinya :
“Apa yang disisimu akan lenyap, dan apa yang disisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl :96/)

3.    Hubungan Antara Iman dengan Etika Pergaulan
Pengertian etika (etimologi), berasal dari bahasa yunani adalah “ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Etika berhubungan dengan kesusilaan. Kesusilaan memberikan gambaran kepribadian seseorang. Secara psikologis kepribadian meliputi semua aspek kehidupan seseorang dan keseluruhan kualitas dirinya yang dapat diperhatikan pada car berbuat, berpendapat, bersikap, minat, berfalsafah, dan sebagainya.
Kepribadian merupakan organisasi dinamis dalam individu sebagi sistem yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kepribadian memiliki sifat berkembang dan kerjanya meliputi tubuh dan jiwa. Dan memiliki ciri khas satu sama lainnya dalam penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Dalam islam seorang ibu yang sedang mengandung supaya berdoa agar anaknya kelak sehat, shaleh, berbakti kepada orang tua, berguna bagi bangsa dan negara serta agama. Setelah anak dilahirkan, menjadi tugas orang tuanya yang mendidik anak-anaknya. Orang tua dan lingkungan hidup seorang anak sangat berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seorang anak. Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan pengaruh pendidikan orang tua. Berikut hadits yang menjelaskannya :
عن ابى هريرة : انه كا ن يقول . قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : ما من مو لود الايولد علي

الفطرة فا بواه يهودانه ونصرانه ويمجسانه.                                                              
Hadits riwayat Abu Hurairah ia berkata :
Rasulullah Saw bersabda : “setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seoran yahudi, seorang nasrani maupun seorang majusi.
    Pembentukan moral atau akhlak manusia merupakan tugas pokok dari diutusnya rosul dan nabi oleh Allah SWT.
Rosulullah Saw bersabda :
انما بعثت لا تمما مكا رم الاخلا ق                                                                         
   
“Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia (dalam riwayat lain :yang shahih).” (hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam Al-bukhori di dalam kitab Al-adab Al-mufrod, imam Al-hakim dan lain-lain.)

    Untuk membentuk pribadi yang bermoral harus dibentengi dengan keimanan dan ketakwaan kepada Allah, yang dimulai dari lingkungan keluarga dan dilakukan sedini mungkin sesuai tingkat perkembangan kemampuan anak. Kepribadian dalam islam adalah ketakwaan,  maka setiap proses pembentukan kepribadian menuju kepada takwa kepada Allah Swt. Takwa disini dimaksud meliputi keimanan kepada Allah, ibadah kepada Allah dan berhubungan sesama manusia dan lingkungannya,  termasuk kemasyarakatan dan kenegaraan.

4.    Etika Pergaulan Remaja Menurut Pandangan Islam
a)    Mengucapkan salam
    Ucapan salam ketika bertemu dengan teman atau orang lain sesama muslim, ucpan salam adalah do’a, berarti dengan ucapan salam kita telah mendoakan orang tersebut.

b)    Meminta izin
    Meminta izin disini maksudnya kita tidak boleh merermehkan hak-hak atau milik teman. Apabila kita hendak menggunakan barang milik teman maka kita harus meminta izin terlebih dahulu.

c)    Menghomati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda
    Remaja sebagai orang yang lebih muda sebaiknya menghormati yang lebih tua dan mengambil pengalaman dari hidup mereka. Selain itu, remaja harus menyayangi kepada yang lebih muda darinya.

d)    Bersikap santun dan tidak sombong
    Dalam bergaul, penekanan perilaku yang baik sangat ditekankan agar teman bisa merasa nyaman berteman dengan kita.

e)    Berbicara dengan perkataan sopan
        Islam mengajarkan bila kita berkata utamakanlah perkataan yang bermanfaat dan bersuara yang lembut.

f)    Tidak boleh saling menghina
        Menghina atau mengumpat hukumnya dilarang dalam islam sehingga dalam pergaulan sebaiknya hindari saling menghina diantara teman

g)    Tidak boleh saling membenci dan iri hati
        Iri hati merupakan penyakit hati yang membuat hati kita tidak dapat merasakan ketenangan serta merupakan sifat tercela baik dihadapan Allah maupun manusia.

Kesimpulan
        Iman adalah membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan serta mengamalkan dengan perbuatan. Yang dimaksud membenarkan dengan hati yaitu mempercayai dan menyakini segala yang dibawa oleh Rasulullah. Yang dimaksud dengan mengikrarkan dengan lisan adalah mengucap dengan dua kalimah syahadat. Sedangkan maksud dari mengamalkan dengan perbuatan yaitu hatimengamalkan dalam bentuk keyakinan dan badan mengamalkan dalam bentuk ibadah. Jika syarat-syarat diatas terpenuhi maka seseorang akan dikatakan mukmin.

Iman dengan ibadah juga memiliki hubungan kasualitas (sebab-akibat). Kualitas iman seseorang ditentukan oleh kualitas dan kuantitas ibadah orang tersebut. Makin tinggi kualitas ibadah seseorang(misal : shalat makin khusu’, mengurangi atau menghilangkan syirik kepada Allah ). Dan kuantitasnya (misal : menambah shalat wajib dengan dan shalt sunnah, banyak bershadaqah) akan menambah dan mempertebal iman seseorang, makin mengurangi dan mempertipis, bahkan dapat menghilangkan kualitas seseorang kepada Allah Swt.

        Hubungan iman dengan ihsan dan etika pergaulan seakan tidak pernah lepas, karena sejauh mana keimanan dapat mempengaruhi ibadah dan etika pergaulan. Misalnya :Seseorang apabila imannya kuat dan tkun beribadahnya maka moral atau tingkah lakunya akan menjadi baik karena merasa karena merasa tingkah lakunya akan slalu diawasi oleh Allah Swt.



DAFTAR PUSTAKA


Abdul Khalid Abdul Rahman, Etika Pergaulan, Bumi Aksara, jakarta, 2006


Syeikh Tantowi Ali, Aqidah Islam : Doktrin dan Filosofi. Nova Media Enter Prise : Kudus

Ibrahim bin Abdullah bin Abdullah Al-Buraikan, Aqidah dan islam, Robbani Press, Jakarta, 1998


Wawan Susetya, Membedah Kepribadian Kekasih Allah, Diva press, Yogyakarta, 2007,
Azhar Arsyad, Hubungan Iman dengan Ibadah, Dina Utama, Jakarta, 2010,

Selasa, 15 Mei 2012

belajar mencintai

mencintai itu lebih baik daripada dicintai, cinta itu senang melihat orang yang dicintai bahagia, belajar mencintai seseorang itu sangat sulit,, apalagi orang itu tidak sesuai kritreria kita.